Sejak beberapa waktu ke belakang, bangsa ini dihadapkan pada polarisasi sikap politik masyarakat yang tajam. Sentimen-sentiman ras, agama dan golongan menjadi dominan dalam diskursus publik, termasuk melalui media sosial. Pilkada DKI yang lalu dapat menggambarkan betapa polarisasi tak sehat ini membagi kelompok dominan dalam masyarakat kita. Bukannya mereda, konflik kedua kubu pendukung ini berlanjut hingga saat ini, bahkan lingkupnya menjadi me-nasional. Kondisi ini bukan hanya menandakan simptom-simptom perpecahan, tetapi justru memperlihatkan perpecahan yang nyata, dalam dua kubu besar dengan pendekatan primordial : anti-Cina dan Islam phobia, dengan berbagai label dan kemasan, bukan hanya serang-menyerang pandangan, namun juga berujung pada aksi nyata.
Pemerintah memang cukup merespon kondisi ini dengan berbagai upaya,khususnya melalui penegakan hukum. Hanya saja, respon Pemerintah terkesan begitu reaktif dan mulai menampakkan sikap represif, seperti tuduhan makar pada aktivis yang memotori aksi massa atau larangan aksi massa, dan kesan penegakan hukum yang dipolitisasi. Pancasila pun gamang ditempatkan oleh Pemerintah. Alih-alih menjadi dasar kebijakan negara, Pemerintah memilih untuk melembagakan Pancasila melalui unit kerja yang dibentuk di bawah Presiden, mirip dengan pola di masa lalu. Ada kekhawatiran, pola ini justru akan memperuncing perpecahan dengan menyudutkan pihak tertentu dengan stereotype bertentangan dengan tafsir Pancasila versi pemerintah.
Untuk itu, Ngopimovement sebagai komunitas epistemik di Bandung, mengundang khalayak untuk hadir pada diskusi tematik kami, yang rencananya akan dilaksanakan pada :Hari/ Tanggal: Senin, 10 Juni 2017. Waktu: Pukul 16.00 s/d selesai. Dengan pembicara: 1) Bilal Dewansyah (Dosen HTN Unpad, peneliti PSKN FH Unpad; 2) Oky S. Harahap (Pemerhati sosial kebangsaan); 3) Eko Arief Nugroho (Peneliti politik, Direktur Sinergi Nusantara). Diskusi ini bertempat di Puri Larasati , Jl. Kanayakan No. 40A, Dago, Bandung.
Demikian dan salam hangat.
Ngopimovemen