Oleh. Rolip Saptamaji*

Hadirnya revolusi teknologi komunikasi dengan jaringan internet telah mengubah cara kita berinteraksi dan berkomunikasi secara drastis. Seiring dengan membaiknya jaringan internet, akses informasi semakin terbuka dan sirkulasi informasi pun semakin cepat. Perubahan ini juga mengubah kebiasaan masyarakat dalam menerima dan merespon informasi, begitu pun juga dalam konteks informasi politik.

Seorang kandidat dalam suatu kampanye politik mendapatkan popularitas dan dukungan melalui media sosial berbasis internet. Berbagai konten kreatif dengan berbagai format tersebar di media sosial dan internet untuk menyentuh sisi emosional audience dan meraih dukungan. Sirkulasi informasi ini juga membentuk ekspektasi dan imaji pemilih tentang para kandidat.

Segmentasi baru, Budaya layar dan media baru

Saat ini, segmentasi demografis semakin tidak popular pada perancangan komunikasi kampanye. Segementasi dikategorikan berdasarkan pendekatan generasi yang popular di ranah marketing kini merasuk dalam segmentasi politik. Masyarakat dipilah berdasarkan generasi seperti gen Z (15-24 tahun), milenial (25-35 tahun), gen X (36-45 tahun) dan Baby Boomer (46-55 tahun). Pemilahan generasi ini dideduksi berdasarkan familiaritas dan interaksi tiap generasi dengan teknologi digital terutama teknologi informasi.

Segmentasi ini sangat penting dalam ranah perancangan komunikasi kampanye karena menentukan medium atau platform media yang digunakan dan konten informasi yang akan disebarkan. Pendekatan ini juga terhubung dengan screen culture yang merambah generasi muda ketika merkea berinteraksi dan mengakses informasi melalui beberapa layar sekaligus (TV, Laptop, Tab, dan Smartphone). Format dan konten disesuaikan dengan preferensi mereka bahkan dibumbui narasi dan visual yang menyentuh sisi emosional mereka.

Media baru seperti meda sosial baik yang berbasis teks (twitter), visual (Instagram dan facebook), dan video (youtube) telah digunakan secara massif untuk merespon segmentasi baru ini. Brand, korporat, pemerintah, bahkan media massa tidak luput dari perubahan dan terus beradaptasi untuk memanfaatkan kemunculan media baru ini. Dampak media baru selama masa transisi tentu saja pro dan kontra. Pada lapangan politik, media baru sukses meningkatkan patisipasi politik generasi muda. Namun dampak negatifnya adalah menyebarnya informasi palsu (Hoax) yang mengganggu stabilitas opini publik.

Masa Depan Kampanye politik digital

Pada konteks politik dan pemerintahan, media sosial sebagai media baru telah menampakkan pengaruhnya secara nyata. Keberhasilan politisi meraih dukungan publik seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, Prabowo Subianto, Mahfud MD, Ridwan Kamil dan masih banyak nama lainnya juga dilandasi oleh ketajaman strategi kampanye digitalnya. Lembaga Pemerintahan di tingkat pusat maupun daerah memanfaatkan media sosial seperti twitter, Instagram dan facebook untuk melakukan komunikasi kebijakan dan mengumpulkan aspirasi publik.

Aktivitas ini melibatkan perancangan komunikasi dengan segmentasi baru dan perancangan konten kreatif yang informatif dan minim bias seperti infografis. Selain itu, para politisi juga secara aktif membangun branding politik menggunakan media sosial dan berinteraksi dengan para pendukungnya. Bahkan saat ini, partai politik ikut aktif menggunakan media sosial untuk melakukan komunikasi politik seperti mengabarkan aktivitas, menyebarkan gagasan, dan mengenalkan kader-kader terbaiknya kepada khalayak digital (netizen).

Pada tahun 2018 ini saja aktifitas kampanye digital melalui berbagai platform sudah menjadi hal yang lazim untuk dilakukan di ranah politik. Sirkulasi opini dan pembentukan imaji berhasil membentuk ekspektasi pemilih para kandidiat popular. Kondisi ini akan semakin berkembang di masa depan dan bukan tidak mungkin kampanye-kampanye lapangan akan tergusur oleh aktivitas kampanye digital.

Kampanye digital dalam politik yang telah digunakan sejak tahun 2012 dan menunjukkan keberhasilan dan melahirkan tokoh-tokoh politik yang mampu memimpin opini publik. Pada tahun politik 2018-2019 kampanye digital akan semakin massif menggunakan berbagai platform untuk merebut suara pemilih pemula dan pemilih muda. Bayangkan apa yang akan terjadi pada momentum politik di masa depan, ketika segemen milenial dan Gen Z semakin membesar dan intervensi digital semakin mendalam di masyarakat pada momentum politik nasional 2023-2024. Jika para politisi belum menyadari urgensi kampanye digital saat ini, maka dipastikan mereka akan tergagap-gagap menghadapi masa depan.


*Barista otodidak, coffee addict dan termasuk dalam jajaran komisarisj @ngopimovement

Sumber:

https://www.poligrabs.com/kampanye-politik-digital-01?fbclid=IwAR1A_lWrXj2hT6cClxjHQEBBSchtpZM3R1VClvPbZY4baHu-U944lgLrPyw