After_the_age_resize After_The_Age2_resize

Photo: @DRmulyana

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi telah meningkatkan produktivitas manusia modern. Salah satu supportingnya adalah semakin canggih dan beragamnya alat-alat teknologi yang memudahkan manusia bergerak, berkomunikasi, me-produksi barang dan jasa.

Berbicara barang/alat, produk teknologi satu hal yang wajib kita waspadai saat ini dan esok hari adalah masa penggunaan alat-barang tersebut yang tidak selamanya berfungsi. Alat tersebut akan rusak dan kemudian menjadi sampah (limbah).

Limbah inilah yang kemudian bagi sebagian masyarakat kita diolah kembali. Diolah kembali atau Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru (https://id.wikipedia.org) Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemprosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga dalam proses hierarki sampah 4R (Reduce, ReuseRecycle, and Replace).

Membayangkan tumpukan sampah (limbah, barang bekas) tersebut di depan mata, kita terbawa pada masa kehancuran Perang Dunia I dan II bahkan imajinasi kita dapat melambung seperti dalam adegan film Hollywood yang dibintangi Denzel Washington: “The Book of Eli” Visualisasi yang menakjubkan atas sisa-sisa peradaban manusia yang telah hancur.

Sadar atau tidak, keberadaan sampah di sekitar kita sangatlah membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Apalagi jika sampah yang rumit untuk didaur-ulang dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3). Sampah B3 memerlukan perlakuan khusus dan kehati-hatian dan kita tidak bisa hanya berbicara, memperlakukannya sebatas karena potensi ekonomi di dalamnya. Inilah yang kemudian membutuhkan edukasi dan penyadaran bersama hari ini dan esok.*** Peter Parkitt